Luas Lahan Jadi Kendala Peningkatan Produksi Garam

30-10-2017 / KOMISI IV

 

Komisi IV DPR RI temukan, luas  lahan menjadi salah satu kendala dari peningkatan produksi garam di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Hal tersebut menyebabkan sampai saat ini Indonesia masih melakukan impor garam, padahal Indonesia memiliki kualitas garam yang baik.

 

“Kendalanya yaitu soal luas lahan. Ada beberapa lahan potensial di Nusa Tenggara Timur, tetapi peruntukannya bukan untuk lahan garam. Ada lahan milik swasta, tetapi tidak dijadikan apa-apa, sehingga lahan mati dan menjadi tidak produktif'," kata Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi usai melakukan pertemuan dengan Direksi dan jajaran PT. Garam di Desa Bipolo, Kupang, NTT, Minggu (29/10/2017).

 

Hal-hal seperti itu, menurut Viva, harus menjadi kajian pemerintah. Wakil Ketua Komisi IV ini menyatakan, ketika ada lahan potensial yang bisa digunakan untuk lahan garam, baik itu milik rakyat atau milik swasta, lebih baik melakukan kerja sama untuk perluasan lahan agar produksi garam bisa meningkat. 

 

Lebih lanjut, Viva menjelaskan ada tiga hal penting yang harus dilakukan untuk peningkatan produksi garam. Tiga hal tersebut yaitu, satu, petani garam harus mau diintegrasikan menjadi satu. Dua, pemerintah harus melakukan mitra dengan petani tambak garam untuk meningkatkan kualitas dan kuota produksi, dan ketiga, penerapan teknologi baru untuk efisiensi dan efektifitas. “Intinya bahwa kita sangat optimis Indonesia 2020 bisa swasembada garam,” tegasnya.

 

Garam di Desa Bipolo, Kupang, NTT, merupakan salah satu sumber garam baru yang dikelola oleh PT. Garam bersama dengan petani tambak garam, dalam rangka meningkatkan produksi garam nasional. Selama ini, produksi garam hanya terpaku di Pulau Madura.

 

Oleh karena itu, Komisi IV DPR RI mengapresiasi kinerja Kementerian Kehutanan dan Perikanan RI dalam melakukan ekspansi ke beberapa daerah di luar Pulau Madura, seperti di Probolinggo dan NTT.

 

Produk garam Indonesia sendiri juga tidak kalah dengan garam impor dan sudah memenuhi standar nasional untuk bisa diproduksi. “Ini menjadi harapan yang sangat bagus bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia. Jika luas lahan panen di beberapa daerah NTT ditingkatkan dan dikembangkan lagi, saya optimis tahun 2020 Indonesia sudah tidak akan impor garam lagi, baik garam industri maupun garam konsumsi,” papar polisi PAN tersebut. (ica/sc)

BERITA TERKAIT
Daniel Johan Usul Pemerintah revisi PP yang Beratkan Ekosistem IHT
20-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengusulkan pemerintah segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2024, khususnya...
Johan Rosihan Harap RAPBN 2026 Cerminkan Komitmen Pemerintah Soal Kedaulatan Pangan
20-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan meminta komitmen Pemerintah terhadap kedaulatan pangan agar benar-benar tercermin dalam...
Stok Beras Melimpah tapi Harga Tetap Mahal, Daniel Johan: Sangat Ironi!
15-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Belum lama ini Ombudsman RI yang mengungkap temuan adanya tumpukan beras impor tahun 2024 lalu yang sebagian...
Komisi IV Dorong Peningkatan Fasilitas dan Infrastruktur di PPI Tanjung Limau Bontang
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi IV DPR RI mendorong peningkatan fasilitas dan infrastruktur di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tanjung Limau, Kota...